Kamis, 10 September 2009

Arti Kehidupan

apa artinya sebuah kehidupan
tanpa permasalahan yang ada menemani kita
permasalahan yang mampu membuat kita
belajar banyak tentang arti kehidupan bersyukurlah kita jika kita memiliki permasalahan dalam hidup
karena di situlah kita mampu menjadi dewasa,karena berhadapan dengan realita,juga untuk melatih iman kita
kehidupan sekarang ini yang penuh dengan lika-liku
jangan membuat kita gentar dan membuat kita menjadi lemah,justru itu menjadi obat kita menjadi lebih kuat dan tahan banting.
memang permasalahan itu begitu banyak sekali
mulai dari permasalahan pribadi, keluarga, ekonomi,karir, cinta, masyarakat, politik, agama dan unsur-unsur yang lain
tapi apakah dengan semua masalah itu hanya membuat kita terpuruk
hanya membuat kita menjadi lemah,membuat kita putus asa dan down ???,menjadikan kita mencari pelarian yang salah????
sayang sekali yaaah,
padahal kita memiliki akal,berpikir secara nalar dan logika,kita memiliki Iman
kita memiliki kepercayaan kepada pencipta kita
ya.. Dialah Tuhan yang Maha Mengetahui,Maha Kuasa atas segala
kelemahan dan kekuatan kita sewaktu kita di ciptakan
Dia telah mempersiapkan kita untuk mampu menghadapi semua persoalan dalam kehidupan
Dia Maha Mengerti tentang apa yang kita alami
dan Dia Mampu dan Mau untuk membantu kita
walau kita kadang lupa padaNya,kadang kita sombong mengingkari nikmatNya,kadang kita jauh dari pada-Nya.


baca selengkapnya......

Mengenang Almamaterku

Berapa harga kenangan? Priceless? Dalam pengertian apa “priceless” mu? Tidak bisa diukur harganya, atau tak berharga? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang mencecar pikiranku ketika pertama kali menginjakkan kaki lagi dipelataran SMP Negeri 1 SUKOMORO setelah hampir 23 tahun meninggalkannya. Mataku menjelajah, memindai tiap sudut sambil berharap masih bisa menemukan dan mengenali tempat-tempat dimana aku dulu pernah begitu bahagia menikmati kemudahan bersama guru, sahabat, teman, dan yah -anggaplah- teman special ketika itu. Tetapi rupanya 23 tahun adalah rentang waktu yang panjang. Apa yang kubayangkan tentang sekolahku dulu rupanya sama sekali berbeda dengan apa yang ada dihadapanku.Dari gerbang utama aku mulai menyisir pandangan ke berbagai penjuru. Lapangan Basket menghampar bersahaja yang dulu merupan sawah yang dikelilingi kolam menjadi pusat kegiatan sekolah,tempat Upacara. Sambil menghela nafas panjang, akupun tinggal bisa tersenyum mengenang semua yang pernah terjadi pada diriku didalam bangunan itu, Gedung gedung sudah bertambah banyak ,Mushola sudah berdiri Megah , gedung serbaguna juga sudah ada,lingkungan yang dulu gersang sekarang menjadi penuh tanaman dan pepohonan yang rindang,Dulu kami sering diajak kegiatan bapak ibu guru lembur mengerjakan berbagai acara, menyelinap kabur dari angan-anganku,Bazar di Kecamatan,Kemah bersama di lapangan Sukomoro,Gerak jalan Nganjuk Sawahan,pertandingan Bola Voli di Tangsi membuka semua kenangan, dan banyak lagi yang tidak mungkin habis jika kutuliskan di blog Mutiara Hati ini. Memasuki pelataran utama, harapanku untuk menemukan “situs-situs” yang dulu pernah aku ukir semakin kabur. Lapangan upacara ala kadarnya yang dulu tiap senin aku wajib menjemurkan diri disana, kini telah berubah beralaskan paving block yang bersih dan terawat, sementara dari tempat aku berdiri yang paling mencolok penglihatan adalah ruang-ruang kelas yang kini telah berubah menjadi banyak sekali, bangunannya tampak kokoh, warna temboknya bersih, daun jendelanya juga komplit, sama sekali berbeda. Semakin ke dalam aku semakin tidak mengenali bangunan sekolahku ini, aku seperti sedang berada di suatu tempat yang baru, entah apa yang telah diperbuat terhadap denah asli bangunan ini. Kalaupun ada yang membuatku tak merasa asing adalah sapaan dan sambutan hangat dari orang-orang yang telah begitu berjasa bagi kehidupanku, guru-guruku.Memandangi wajah-wajah tulus mereka inilah kemudian pertanyaanku tentang “priceless” sedikit menemukan jawaban. I love you all dear teachers.

baca selengkapnya......

Mengenang Almamaterku

Berapa harga kenangan? Priceless? Dalam pengertian apa “priceless” mu? Tidak bisa diukur harganya, atau tak berharga? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang mencecar pikiranku ketika pertama kali menginjakkan kaki lagi dipelataran SMP Negeri 1 SUKOMORO setelah hampir 23 tahun meninggalkannya. Mataku menjelajah, memindai tiap sudut sambil berharap masih bisa menemukan dan mengenali tempat-tempat dimana aku dulu pernah begitu bahagia menikmati kemudahan bersama guru, sahabat, teman, dan yah -anggaplah- teman special ketika itu. Tetapi rupanya 23 tahun adalah rentang waktu yang panjang. Apa yang kubayangkan tentang sekolahku dulu rupanya sama sekali berbeda dengan apa yang ada dihadapanku.Dari gerbang utama aku mulai menyisir pandangan ke berbagai penjuru. Lapangan Basket menghampar bersahaja yang dulu merupakan sawah yang dikelilingi kolam menjadi pusat kegiatan sekolah,tempat Upacara,sawah yang menjadi lapangan sepak bola sekarang sudah berdiri bangunan. Sambil menghela nafas panjang, akupun tinggal bisa tersenyum mengenang semua yang pernah terjadi pada diriku didalam bangunan itu, Gedung gedung sudah bertambah banyak ,Mushola sudah berdiri Megah , gedung serbaguna juga sudah ada,lingkungan yang dulu gersang sekarang menjadi penuh tanaman dan pepohonan yang rindang,Dulu kami sering diajak kegiatan bapak ibu guru lembur mengerjakan berbagai acara, menyelinap kabur dari angan-anganku,masuk sore sekedar membersikan ruangan kelas ,menegepel,menanam bunga di depan kelas,Cerdas cermat di Kabupaten dengan naik mobil VW pak Camat yang tidak muat akhirnya saling pangku,Bazar di Kecamatan,Kemah bersama di lapangan Sukomoro,Gerak jalan Nganjuk Sawahan,pertandingan Bola Voli di Tangsi membuka semua kenangan, dan banyak lagi yang tidak mungkin habis jika kutuliskan di blog Mutiara Hati ini.
Memasuki pelataran utama, harapanku untuk menemukan “situs-situs” yang dulu pernah aku ukir semakin kabur. Lapangan upacara ala kadarnya yang dulu tiap senin aku wajib menjemurkan diri disana, kini telah berubah beralaskan paving block yang bersih dan terawat, sementara dari tempat aku berdiri yang paling mencolok penglihatan adalah ruang-ruang kelas yang kini telah berubah menjadi banyak sekali, bangunannya tampak kokoh, warna temboknya bersih, daun jendelanya juga komplit, sama sekali berbeda. Semakin ke dalam aku semakin tidak mengenali bangunan sekolahku ini, aku seperti sedang berada di suatu tempat yang baru, entah apa yang telah diperbuat terhadap denah asli bangunan ini. Kalaupun ada yang membuatku tak merasa asing adalah sapaan dan sambutan hangat dari orang-orang yang telah begitu berjasa bagi kehidupanku, guru-guruku.Memandangi wajah-wajah tulus mereka inilah kemudian pertanyaanku tentang “priceless” sedikit menemukan jawaban. I love you all dear teachers.




baca selengkapnya......

Jumat, 04 September 2009

Untukmu Guruku

Ketika kaki ini melangkah
Ketika jemari ini mulai bekerja
Ketika peluh mulai menetes
Ku ingat jasa-jasamu wahai Guruku
Ketika hujan menerpa
Ketika terik menyengat tubuh
Kau tetap berada bersama kami
Kau tetap membimbing kami
Apa yang kau punya
Apa yang kau bisa
Kau berikan dengan iklas kepada kami
Sebagai bekal tuk mengapai bintang di langit tinggi
Kini jasamu ku kenang slalu
Kini saatnya kami berbakti
Kepada engkau panutan kami
Wahai ...GURUku
I LOVE YOU ALL
Bu Djusna (almarhum),Bu Wiwik,Pak Miskar, Pak Relo, Pak Edi, Pak Agung, Pak Teguh,Bu Dwiyah,Pak Bayu, Bu Siti, Pak Sunoto,Pak Saroni,Bu Roni ( almarhum),Bu Arbikah,Bu Enik, Bu Suwarti,Pak Sumarsono,Pak Bambang,Pak Parmun,Pak Sulis,Bu Maspiani,Pak Sugeng,dan Seluruh guru SMP Negeri Sukomoro yang karena keterbatasan saya tidak dapat menyebutkan satu persatu, namun dengan tidak mengurangi rasa hormat kami kepada semua Guru.





baca selengkapnya......

Kamis, 03 September 2009

Jika Berhasil Tersenyumlah

Pada saat anak saya sedang banyak belajar di usianya 10 bulan dulu,sudah banyak keterampilan baru yang dia dapatkan. Saat dia sedang belajar berjalan dan mengenal anggota tubuh. Sering kali saat sedang duduk, dia meraih tangan atau baju saya untuk berusahaberdiri. Saya biarkan saja, tidak dibantu sampai dia bisa berdiri sendiri. Saat berhasil, dia langsung tersenyum gembira. Indahnya. Dia melakukannya berulang-ulang dan dia pun tersenyum berulang-ulang.

Senyum anak memang membuat kita bahagia. Namun bukan kebahagiaan saja yang bisa kita dapatkan, tetapi juga hikmah dari apa yang dilakukan seorang bayi dalam belajar. Tersenyum yang dia lakukan setelah berhasil berdiri adalah suatu perayaan terhadap keberhasilan. Ternyata perayaan ini, menurut para ahli motivasi dan pengembangan diri, memberika efek yang positif terhadap diri kita.

Yang pertama ialah meningkatkan motivasi diri. Jika kita meraih keberhasilan, kemudian kita merayakannya, meskipun hanya dengan senyum, akan membuat diri kita memiliki perasaan yang positif. Dimana perasaan positif bisa memberikan efek motivasi diri yang lebih besar pada diri kita.

Yang kedua, jika kita memiliki motivasi diri yang lebih baik, maka kita akan lebih semangat untuk meraih pencapaian atau keberhasilan lainnya. Artinya, pengembangan diri kita aka lebih cepat lagi. Ini akan menjadi siklus yang positif, yaitu kita berhasil, kita merayakannya, motivasi diri bertambah, keberhasilan bertambah, kita merayakannya, motivasi diri bertambah, dan seterusnya. Siklus yang positif bukan?

Yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cara merayakan keberhasilan kita. Cara terbaik bahkan seharusnya ialah dengan bersyukur kepada Allah, karena pada hakikatnya semua keberhasilan yang kita raih adalah nikmat dari Allah. Sementara jika kita bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kita. Kita sebagai seorang muslim tidak pantas merayakan keberhasilan dengan hura-hura, apa lagi sampai melakukan maksiat. Seharusnya, bentuk rasa syukur kita ialah dengan menambah ibadah kita.

Jadi setiap keberhasilan apa pun yang kita dapatkan, jangan lupa untuk mensyukurinya. Kita sering lupa, apalagi jika apa yang kita raih dibawah target yang kita harapkan. Bukannya bersyukur malah kita menggerutu karena tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Inilah rahasia mengapa bayi begitu cepat belajar, mereka menikmati setiap bekerhasilan, sekecil apa pun.


baca selengkapnya......

Selasa, 01 September 2009

Paku

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk menancapkan sebuah paku dipagar belakang setiap kali ia marah. Hari pertama anak itu memakukan 48 paku ke pagar setiap kali ia marah. Lalu secara bertahap jumlah paku itu berkurang. Anak itu menyadari ternyata lebih mudah menahannya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak itu merasa bisa mengendalikan amarahnya dan mampu lebih dapat bersabar. Anak tersebut memberitahukan hal ini kepada ayahnya. Kemudian ayahnya mengusulkan agar anak tersebut mencabut satu paku setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahukan ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntu anaknya ke pagar.

“Hmm… kamu telah berhasil dengan baik anakku, tetapi lihatlah lubang-lubang dipagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya.

Duhai anakku…

Engkau bisa saja menusukan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu. Tetapi, meski engkau mengucapkan ribuan kali kata maaf, bekas luka tersebut akan tetap ada… Dan luka karena kata-kata akibat dari kemarahan atau fitnah adalah lebih pedih daripada luka fisik…”



baca selengkapnya......

Gratis Sepanjang Masa

Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya didapur. Kemudian anak itu menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisnya.Setelah sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek, lalu ia membaca tulisan itu dan inilah isinya :

Untuk memotong rumput, dua ribu rupiah

Untuk membersihkan kamar tidur, seribu rupiah

Untuk pergi ke toko disuruh ibu, lima ratus rupiah

Untuk menjaga adik waktu ibu belanja, lima ratus rupiah

Untuk membuang sampah, seribu rupiah

Untuk nilai rapor yang bagus, tiga ribu rupiah

Untuk membersihkan dan menyapu halaman, lima ratus rupiah

Jadi utang ibu = delapan ribu lima rupiah



Sang ibu memandangi anaknya dengan penuh harap. Berbagai kenangan terlintas dalam benak sang ibu, kemudian ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya, lalu ia menulis:

Untuk sembilan bulan ibu mengandung kamu, GRATIS

Untuk semua malam ibu menemani kamu, GRATIS

Untuk mengobati kamu dan mendoakan kamu, GRATIS

Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurusmu, GRATIS

Untuk semua jumlah harga cinta ibu, GRATIS

Untuk mainan, makanan dan baju, semua GRATIS

Anakku andainya kamu menjumlahkan semua, andai kau dapati semuanya GRATIS



Seusai membaca apa yang ditulis ibunya, sang anak pun berlinang air mata kemudian sang anak menatap wajah ibunya, ia berkata : “Bu, aku sayang sekali sama ibu” lalu anak itu mengambil bolpoin dan menulis sebuah kata dengan huruf besar “LUNAS”


baca selengkapnya......